Kajian filsafat
merupakan pola pikir yang memiliki objek yang ada dan yang mungkin ada yang
terletak di dalam pikiran atau di luar pikiran manusia. Objek tersebut masing-masing mempunyai sifat.
Problem filsafat ada dua yaitu pertama bagaimana menjelaskan apa yang ada di
dalam pikiran, sebenar-benar diri kita tidak ada yang mampu menjelaskan apa
yang ada di dalam pikiran, hanya dipersepsikan sama dengan ikiran orang lain
padahal belum selesai. Persoalan kedua ialah bagaimana saya mengerti obyek
filsafat yang ada di luar pikiran. Beberapa sifat yang ada di dalam pikiran
yaitu bersifat idealisme (Plato), tetap (Permenides), logiscisme, rasionalisme
(Rene Des Cartes), naik sedikit merupakan prinsip berarti bersifat identitas
yang berarti A=A, transenden, absolutisme, naik lagi menjadi spiritualisme yang
hakekatnya hanya satu yaitu monoisme (kuasa Tuhan), dunia pikir, hati, akhirat
yang merupakan dunia yang tunggal menyatu kepada kuasanya dalam ridhonya (dunia
pikir, hati akhirat merupakan causa prima yaitu sebab utama dan sebab pertama
yaitu Tuhan), analitik (konsisten), kebenarannya bersifat koheren, aposteriori
dan apriori (paham walau hanya melalui logika) yang merupakan pekerjaan ilmu
murni termasuk matematika murni bersifat apriori, (yang penting konsisten,
identitas, awal akhir menjadi ilmu bersifat apriori), kontradiksi dalam
matematika merupakan ketidakkonsistenan
Beberapa
sifat yang berada di luar pikiran yaitu bersifat realis (Aristoteles), berubah
(Heraclitos), empirisisme (Dhume), bayangan, dunia persepsi (panca indera),
kenyataan pengalaman yang bersifat kontradiksi dimana AA dalam
ruang dan waktu, plural dimana hakekat
dunia adalah hakekat yang plural, kenyataan bersifat sintetik (kontradiksi,
cocok dengan persepsi), menghasilkan filsafat korespondensialisme, pengalaman
bersifat aposteriori (paham setelah melihat, mengamati). Filsafat tergantung
dimana obyeknya dan sifatnya seperti apa. Filsafat itu mengalir hidup. Semua
yang dilihat adalah bayangan dari pikiran. Semua yang bisa dipersepsi adalah
bayangan daripada pikiran. Hidup setiap saat naik turun, berhermenetika antara
pikiran, hati, doa dan pengalaman.
Identitas
itu terbebas oleh ruang dan waktu, 4 sama dengan 4 hanya terjadi di dalam
fikiran. Tetapi jika sudah di ucapkan maka munculah perbedaan antara 4 yang
pertama dan 4 yang kedua yang menjadi realis dan kontradiksi hukumnya.
Kontradiksi dalam konteks ini berbeda dengan kontradiksi pada matematika.
Sebenar benar hidup ini adalah kontradiksi, tetapi tetap saja bukan
kontradiksinya matematika. Jadi di dunia ini tidak akan pernah ada aku sama
dengan aku. Maka yang hanya memiliki sifat identitas itu adalah Tuhan. Karena
pada dasaranya diri kita pun selalu berubah dalam dunia ini, bisa berkembang
bisa juga meluruh atau satu sisi bertambah satu sisi bisa berkurang. Setiap
detik selalu terjadi perubahan, seperti teori Heraditos. Sehingga dapat
dikatakan bahwa dunia itu berubah, meskipun dunia itu tetap. Jika kita
berfilsafat kita maka kita bisa melihat apa yang akan tetap dan apa yang akan
berubah.
Penjelasan
diatas merupakan abad gelap dalam filsafat. Ketika abad gelap sampai abad ke
13, di Eropa tidak diperbolehkan seorangpun mengklaim kebenaran kecuali atas
restu gereja, barang siapa berani menentang dianggap melawan gereja dan harus
dihukum. Tokoh-tokoh yang menyuarakan kebenaran atas diri seniri tidak meminta
restu gereja akan dikejar dan dibunuh. Apapun yang ada dan mungkin ada di dunia
ini yang berupa kebenaran harus melalui gereja pada abad gelap.
Tetapi dengan adanya Revolusi
Copernicus yang membuat buku yang berisi pertentangan-pertentangan. Alam
semesta memiliki bumi sebagai pusatnya. Buku Copernicus bertentangan dari geosentris
menjadi heliosentris, dimana bukan alam semesta mengelilingi bumi, tetapi bumi,
bulan, planet bersama mengelilingi matahari yang berpusat pada matahari bukan
bumi. Semua ilmu pengetahuan yang dibuat hingga sekarang mengikuti kebenaran
yang dibuat oleh Copernicus.
Selanjutnya, setelah Revolusi
Copernicus muncullah abad terang dimana terdapat padangan rasionalisme dengan
tokoh Rene Des Cartes mengatakan tiada ilmu jika tiada rasio, sedangkan
kenyataan dalam filsafat yang berdasarkan kontradiksi menurut Immanuel Kant,
selanjutnya melahirkan empirisisme dengan tokoh David Hume yang mengatakan
tiada ilmu jika tiada pengalaman.
Abad
modern terjadi setelah munculnya Immanuel Kant (1671) melalui buku-bukunya.
Immanuel kant mengkritik sekaligus mendamaikan Rene Des Cartes dan David Hume,
dimana Rene Des Cartes terlalu mengagung-angungkan rasio tetapi mengabaikan
pengalaman, dan David Hume terlalu mengagungkan pengalaman tetapi mengabaikan
rasio. Immanuel Kant mengambil solusi dari rasionalisme yang sifatnya adalah
analitik apriori, kemudian dari pengalaman yang bersifat sintetik aposteriori, maka
Immanuel Kant mengambil apriori dari rasionalisme dan sintetik dari pengalaman.
Sebenar-benar ilmu menurut Immanuel Kant adalah sintetik apriori. Ilmu terus
berkembang di dalam pikiran bersifat formalisme, dalam matematika tokohnya
Hilbert melahirkan Hilbertianisme ilmu-ilmu dasar dan ilmu-ilmu bidang. Kemudian
terdapat ilmu-ilmu humaniora yang berada di dalam pikiran, yang seharunya ilmu
humaniora (Geisterweissaften) ini terdapat diluar pikiran manusia awalnya.
Sedang di luar pikiran terdapat ilmu natural (Naturaweisensaften) pada titik
ini munculah tokoh Aguste Comte (1857).
Agama menurut Aguste Comte adalah sesuatu yang
tidak logis, sehingga untuk membangun dunia kedudukan agama diletakkan paling
bawah. Agama dijadikan sebagai sebuah tradisi saja bagi yang sudah menjalankan
atau meyakininya. Kemudian Aguste Comte meletakkan filsafat setelah agama dan
paling atas adalah positifisme atau saintifik.
Sudah digariskan pada abad ke-19 (1857) oleh Aguste Comte yang
menciptakan buku mengenai Positivisme dalam membangun dunia, jangan menggunakan
agama karena agama sifatnya tidak logis.
Jika
berbicara mengenai awal dan akhir jaman maka kembali melihat bahwa hal tersebut
memiliki struktur, meninjau berstruktur pada level mana posisi awal dan akhir
jaman tersebut. Jika berdasarkan common
sense maka awal akhir jaman adalah waktu dimana manusia belum diciptakan,
sampai diciptakannya nabi Adam. Sedangkan akhir jaman merupakan waktu datangnya
kiamat. Tapi karena hal ini adalah bagian dari filsafat yang bersifat relative,
awal akhir jaman merupakan rentangan waktu. Bagaimana mengetahui rentangan
waktu tersebut tergantung dari mana
konteks waktu itu sendiri. Agama islam berada pada abad ke 5 setelah masehi.
Sehingga sebelum mencapai waktu itu, tidak ada filsuf islam. Namun kenyataannya
filsafat itu sendiri sudah menjelajah sampai keadaan dan waktu sebelum masehi
yang tentumya belum mengenal tentang agama.
Sedang
di negara Indonesia, menyusun kedudukan dimulai dari material, formal,
normative hingga spiritual yang dilewati saja oleh dunia hingga pada akhirnya
muncul fenomena kontemporer. Fenomena kontemporer meletakkan archaic pada
posisi bawah, kemudian tribal, tradisional. Melalui Power Now pada kontemporer semua agama masuk pada area tradisional
tidak boleh lebih karena kedudukan selanjutnya terdapat feodal, modern, pra
modern, dan kemudia pada akhirnya menuju pada fenomena kontemporer (Power Now). Para penganut fenomena
kontemporer mempelajari agama tidak dari timur tengah, melainkan dari wilayah
yang lebih jauh. Salah satu tokohnya adalah Stephen Howking yang mengatakan
bahwa penciptaan alam semesta itu tidak berkaitan dengan Tuhan. Kondisi
tersebut didukung dengan pilar-pilar seperti: Kapitalisme, Pragmatisme,
Materailisme, Utilitarisme, Liberalisme, dan Hedonisme.
Setiap hari, setiap waktu Indonesia
yang kokoh dengan spiritualisme akan kalah karena diserang habis-habisan. Alat
yang digunakan oleh mereka dalam menyerang adalah penciptaan sesuatu yang
modern dan canggih. Faktanya pada saat ini, kehidupan kita adalah kehidupan
dengan dunia kontemporer karena Indonesia bergantung pada fenomena kontemprorer
dikarenakan Indonesia belum bisa mandiri dalam segala bidang. Sehingga terjadi
residu, jika digambarkan kita seperti seekor ikan di laut selatan untuk
menemukan mana air yang bersih yang tidak terkena polutan. Belajar filsafat
seperti seekor ikan kecil di laut selatan yang ingin mngidentifikasi dari mana
sumber air yang ada dilaut. Jika diteruskan munculah semua filsafat dan
tergantung bagaimana objel pola pikir dikembangkan. Kemudian setelah belajar
filsafat maka munculah ideology, paradigma, teori, model, notion, semboyan, dan
stigma. Semuanya yang berada didalam pikiran menjadi sebuah prinsip yang
dijadikan resep hidup, sedangkan semuanya jika berada diluar pikiran akan
menjadi bayangan. Sangat hebat jika seekor ikan yang berada pada diluar pikiran
keluar sampai menuju prinsip yang terdapat di dalam pikiran.